entah mengapa malam ini ingin sekali kukatakan, aku merindukanmu kukang :))
kamu baik-baik yaa disana :) karena salah satu bahagiaku mendengar kabarmu senantiasa baik.
jaga kesehatan, ga boleh terlalu di portir kerjaan yang ga terlalu jelasnya *hehehe
hilangin pula insomnianya -,-
sukses yaa buat the last exam nyaaa, and then enjoy your holiday :)
SUKA SUKA SAYA hahaa
berisikan tentang semua hal yang ingi saya publikasikan pada dunia hahaa
7/19/2014
7/09/2014
Judul: Memang Jodoh
Penulis : Marah Rusli
Penyunting: Melvi Yendra
Proofreader: Emi Kusmiati
ISBN: 978-602-9225-84-6
Halaman: 536
Penerbit: Penerbit Qanita
Hidup
Mati
Rezeki
Jodoh
Semuanya
sudah diatur oleh Maha Pencipta. Sering kali, sebagai manusia kita
merasa tahu banyak hal, jodoh yang terbaik bagi kita misalnya. Berbagai
cara dilakukan guna memperoleh belahan jiwa yang terbaik bagi anak
keturunan. Kadang terlupakan yang terbaik menurut kita belum tentu yang
terbaik di hadapan Maha Tahu.
Hamli
muda merasa resah, Sebagai sosok muda yang tampan, pandai, memiliki
darah bangsawan perempuan Padang mana yang tak akan terpesona dengan
sosoknya. Para ibu berlomba menjadikannya menantu. Jika ia mau, dengan
menjalankan adat, yaitu dilamar dan dinikahkan maka bisa dipastikan ia
tak perlu bekerja dengan susah payah. Sebagai bangsawan ia tak perlu
menanggung biaya prosesi pernikahan, bahkan menafkahi istri dan anak
kelak Sebaliknya Hamli justru akan diberi nafkah semua kebutuhannya
dipenuhi oleh mamak (paman) atau mertua. Posisinya dalam keluarga
dimulikan, disanjung tinggi bahkan seluruh keinginannya dipenuhi.
Tapi bukan itu keinginannya.
Jiwa
mudanya tak ingin pergi melanjutkan sekolah ke Belanda menghabiskan
biaya besar agar kelak mendapat gaji besar apalagi membiarkan dirinya
dilamar agar memperoleh uang yang lumayan. Ada sesuatu yang mengusik
hatinya. Jika ditelaah, sejak kecil ia selalu terlihat menanggung pilu
akan sesuatu. Saat sedang bergembira mendadak ia terdiam lalu termenung
hingga berjam-jam. Pikiran dan perasaannya kosong. Wajahnya menunjukan
pedih dalam hati, air mata yang menetes menambah jelas pilu yang
ditahan.
Berbagai
usulan dan lamaran menikah ditampiknya walau banyak yang menyarankan
menikah bisa mengobati pedih hatinya. Baginya menikah bukanlah perkara
mudah, apalagi jika ia belum menemukan sosok yang tepat. Sebagai siswa
ia juga belum memiliki penghasilan yang cukup untuk membiayai sebuah
rumah tangga meskipun sebagai seorang Marah harusnya ia tak memusingkan
soal itu. Hamli tidak ingin dibantu. Baginya anak istri adalah
tanggungannya, bukan tanggungan mamaknya. Sungguh hal yang tak biasa
bagi seorang Sultan atau seorang Marah.
Keputusannya
untuk bersekolah di Bogor terbukti merupakan hal yang tepat. Di sana
Hamli menemukan obat bagi rasa pedih dan pilunya. Putri Wedana Cibinong,
Nyai Radin Asmawati merupakan sumber kesembuhan Hamli. Bersamanya Hamli
berubah menjadi sosok yang ceria. Sembuhlah ia dari penyakit yang
selama ini dideritanya.
Pesta
perkawinan Hamli dan Din Wati bukanlah pesta perkawinan ala 1001 malam
walau keduanya merupakan orang terpandang dan keturunan bangsawan.
Perbedaan latar belakang membuat pernikahan mereka harus dirahasiakan
dari kedua belah pihak. Bagi keluarga Hamli, ia sudah mencoreng adat
dengan tidak menikahi perempuan dari tanahnya. Bagi kerabat Hamli, Din
Wati telah mencuri hak para perempuan.
Sementara
bagi kerabat Din Wati, sosok Hamli sebagai seorang pelajar sungguh tak
layak bersanding dengannya. Latar belakang keluarganya dianggap tidak
jelas. Belum lagi trauma para kerabat akan nasib salah satu anggota
keluarga yang mengalami siksa ketika menikah dengan seorang yang berasal
dari Padang. Sang kerabat mengalami siksa bathin dan fisik. Ipar
perempuannya merebut perhiasan dan pakaian yang dibawanya dari rumah
orang tua hanya dikarenakan sang suami tidak bisa memberikan perhiasan
dan pakaian yang sama. Tak ketinggalan aneka tugas berat yang harus
dikerjakannya. Puncaknya saat sang suami menikah lagi dengan salah satu
perempuan Padang dengan alasan adat.
Meski
banyak pihak yang menentang pernikahan mereka Hamli dan Din Wati tetap
bertekat menjalani ikatan suci mereka seumur hidup dengan sabar dan
iklas. Berbagai cobaan seperti fitnah mengenai asal-usul Din Wati, aneka
lamaran yang masih terus mengalir ke Hamli tidak ditanggapi dengan
serius. Dengan tegas Hamli menyatakan hanya akan menjadikan Din Wati
satu-satunya istrinya. Dan kepada seluruh keturunannya akan diberikannya
pesan untuk mengikuti tindakannya.
Mahligai
kehidupan pernikahan Hamli dan Din Wati juga mengalami beragam hal-hal
luar biasa. Dimulai dari pesan almarhum guru bapak Din Wati bahwa kelak
melalui Din Wati sang guru akan kembali menitis. Ramalan bahwa jodoh Din
Wati akan segera tiba sesaat sebelum pertemuan mereka yang pertama,
mimpi ibunda Hamli mengenai jodoh anaknya. Bahkan peristiwa seorang
pengemis yang membuat seluruh keluarga Hamli selamat dari peristiwa
meletusnya Gunung Kelud. Keduanya Memang Jodoh.
Buku
ini menawarkan sebuah kisah
cinta yang bernuansa unik. Pernikahan beda adat, asal budaya memang
bukan hal yang mudah, apalagi saat itu. Berbagai benturan yang terjadi
harus disikapi dengan bijak. Butuh kesabaran dan keiklasan untuk
menyatukan dua kepribadian yang dibentuk
Banyak
pesan moral yang bisa kita petik dari kisah ini. Buku ini perlu dibaca
oleh mereka yang ingin membuka babak baru dalam kehidupan, menikah.
Sehingga mereka mendapat bekal bagaimana bersikap dalam berumah tangga.
Terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang budaya yang
berbeda.
Beberapa
adat mungkin sudah tidak terlalu dipermasalahkan saat ini, seperti
berjalan harus berjauhan. Hanya bisa bercakap-cakap dalam kamar saat
berdua dengan pasangan. Bagi kaum muda saat ini, hal tersebut merupakan
hal yang dianggap aneh. Namun saat kisah ini dibuat merupakan adat yang
harus dipatuhi.
Cara
Hamli dan Din Wati menunjukan rasa kasih sayang satu dengan lain
diceritakan dengan cara yang menyentuh. Bahasa yang digunakan bisa
dikatakan bahasa yang formil jika dipergunakan saat ini, namun kata yang
dipergunakan menunjukan betapa keduanya saling mencintai.
Penggunaan
bahasa dalam kisah ini merupakan bahasa yang dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari saat itu. Walau begitu tidak sulit untuk bisa
memahami makna yang ingin disampaikan oleh penulis. Karya menawan memang
akan selamanya bisa dinikmati tak lekang oleh waktu.
Kisah dalam novel semi-otobiografi ini
merupakan tanda kasih Marah Roesli bagi istrinya tercinta, disampaikan
pada perayaan hari Ulang Tahun Pernikahan yang ke-50. Terdorong oleh
kenangan akan kejadian dan peristiwa yang dialami selama pernikahan
membuat Marah Rusli mampu membuat untaian kata dalam kisah ini terjalin
begitu indahnya. Penderitaan perjodohan yang terus dialami membuat
beliau mengarang kisah-kisah lain tentang pernikahan di Minangkabau
sebagai bukti protes yang disampaikan secara santun.
Pembaca
juga akan menemukan sebuah pengantar yang ditulis oleh cucu Marah
Rusli, Rully Roesli. Penulis yang berprofesi sebagai dokter ini
mengungkapkan kekaguman akan sosok sang Datuk. Buah tak jauh dari
pohonnya. Yang paling mengagumkan, pembaca juga akan menemukan sebuah
Pidato Pembukaan yang disusun oleh Marah Rusli.
Andai
buku ini memuat coretan tangan ungkapan cinta sang pujangga pada
belahan jiwanya, serta tambahan foto-foto tentunya pembaca akan lebih
bisa meresapi betapa hebatnya kekuatan cinta Hamli dan Din Wati.
Dengan melihat kover, pembaca sudah bisa menyimpulkan bahwa buku ini mengandung kisah seputar kehidupan masyarakat Padang. Apalagi gambar Rumah Gadang jelas terpatri di sana. Sosok Diajeng, sang model membuat saya terkenang sosok Novia K, pemeran Sitti Nurbaya dalam sinetron dengan judul yang sama (kalau tidak salah). Warna coklat yang mendominasi membuat buku ini berkesan klasik. Penempatan endors dari SGA seakan mengukuhkan bahwa ini merupakan mahakarya dalam dunia sastra tanah air.
Dengan melihat kover, pembaca sudah bisa menyimpulkan bahwa buku ini mengandung kisah seputar kehidupan masyarakat Padang. Apalagi gambar Rumah Gadang jelas terpatri di sana. Sosok Diajeng, sang model membuat saya terkenang sosok Novia K, pemeran Sitti Nurbaya dalam sinetron dengan judul yang sama (kalau tidak salah). Warna coklat yang mendominasi membuat buku ini berkesan klasik. Penempatan endors dari SGA seakan mengukuhkan bahwa ini merupakan mahakarya dalam dunia sastra tanah air.
Marah
Halim bin Sutan Abubakar yang dikenal dengan Marah Rusli lahir pada
tanggal 07 Agustus 1889 di Padang, Sumatera Barat. Ayahnya bernama Abu
Bakar, seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ibunya merupakan keturunan Sentot Alibasyah, panglima perang Pangeran Diponegoro. Marah Rusli menikah tahun 1911.
Dalam masyarakat Minangkabau, gelar adat khususnya Datuk diwariskan menurut garis ibu . Namun demikian terdapat juga beberapa gelar di Padang Pariaman serta Kota Padang yang diwariskan menurut garis bapak, contohnya Marah (berasal dari Bahasa Aceh, Meurah), Sutan (dari kata sulthan), Sidi, (dari kata Sayyidi) serta Bagindo (Baginda)
-------------------------->
Dalam masyarakat Minangkabau, gelar adat khususnya Datuk diwariskan menurut garis ibu . Namun demikian terdapat juga beberapa gelar di Padang Pariaman serta Kota Padang yang diwariskan menurut garis bapak, contohnya Marah (berasal dari Bahasa Aceh, Meurah), Sutan (dari kata sulthan), Sidi, (dari kata Sayyidi) serta Bagindo (Baginda)
-------------------------->
Sudut Bumi XZ
Belahan Jiwaku,
Sungguh
iri diri ini akan keberuntungan Din Wati. Memiliki suami yang memuja
dan menjaganya dengan seluruh jiwa raga. Niscaya segala masalah akan
menjadi seringan bulu.
Sosok
Hamli sebagai pekerja keras dan teguh memegang prinsip patut ditiru.
Baginya lebih baik hidup seadanya namun mandiri dari pada hidup mewah
namun bergantung pada orang lain.
Banyak
hal yang menyentuh dalam kisah ini yang sebaiknya tak diuraikan dalam
review sehingga pembaca bisa merasakan sensasi mengharukan saat
membacanya. Kubiarkan pembaca menemukan patisari kebahagian dan
perjuangan kedua tokoh dengan membacanya sendiri buku ini
Tapi...,
Dengan hanya 1 eksemplar lagi hadiah dari sis Esti, siapa yang layak mendapatkan buku ini?
Bagaimana jika kita buat kuis saja?
Mereka hanya perlu memberikan jawaban di bawah review ini.
Pertanyaannya sangat simpel, "Bagaimana sikap kalian jika suatu saat pernikahan yang direncanakan ditentang dengan alasan budaya?"
Kita
berdua sangat menghargai kebebasan berpikir, untuk itu biarlah peserta
memberikan jawaban sebagai diri mereka sendiri Jawaban tidak dibatasi
jumlah huruf. Silahkan saja berkreasi semaunya.
Kalau pun ada pembatasan hanyalah saat posting.
Posting ditunggu sampai Hari Kamis, tanggal 27 Juni pukul 09.00 WIB.
Belahan jiwaku
Menatap langit malam ini, ada wajahmu di sana
Mewakili dirimu yang jauh
Kupanjatkan doa
Semoga kasihmu padaku mendekati kasih Hamli kepada Din Wati
Jika serupa merupakan sebuah hal yang sulit
Review: Kisah Cinta Hamli dan Din Wati, Karya Terakhir Mar...
Review: Kisah Cinta Hamli dan Din Wati, Karya Terakhir Mar...: Judul: Memang Jodoh Penulis : Marah Rus li Pe nyunting: Melvi Yendra Proofreader: Emi Kusmiati ISBN: 978-602-9225-84-6 Halaman...
TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh
TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh: Judul novel : Memang Jodoh Penulis : Marah Rusli Penerbit : Penerbit Qanita Tahun : 2013 Tebal isi : 17 bab, 535 halaman ...
TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh
TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh: Judul novel : Memang Jodoh Penulis : Marah Rusli Penerbit : Penerbit Qanita Tahun : 2013 Tebal isi : 17 bab, 535 halaman ...
TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh
TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh: Judul novel : Memang Jodoh Penulis : Marah Rusli Penerbit : Penerbit Qanita Tahun : 2013 Tebal isi : 17 bab, 535 halaman ...
TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh
TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh: Judul novel : Memang Jodoh Penulis : Marah Rusli Penerbit : Penerbit Qanita Tahun : 2013 Tebal isi : 17 bab, 535 halaman ...
3/21/2014
HAK DAN KEWAJIBAN UMUM PAJAK
PERPAJAKAN
HAK
DAN KEWAJIBAN UMUM WAJIB PAJAK
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas materi kuliah perpajakan
( Dosen : Yusef Mulyana, SH,. MH )
Di
susun oleh :
1.
Juwitasari (12-110-0092)
2.
Leni Aristiani (12-110-0095)
3.
Mita Fitriana (12-110-0103)
4.
Nenden Tiara R (12-110-0110)
5.
Novi Nurmaidah (12-110-0115)
6.
Nurdiana Agustina (12-110-0116)
7.
Nyimas Komalasari (12-110-0118)
Prodi : Manajemen S1
Kelas : 3 – B
STIE
“ YASA ANGGANA “ GARUT
2011/2012
Jl.
Otto Iskandardinata No. 278A Tarogong Garut 44151 Tlp/Fax : 233549
KATA PENGANTAR
الحمد لله رب العالمين و الصلاة و السلام على المبعوث رحمة للعالمين
وعلى آله وأصحابه أجمعين ، أما بعد
Puji serta Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Penyusunan makalah ini semata - mata sebagai perancang dalam menyadari
akan kekurangan - kekurangan yang kami miliki. Oleh karena itu, tidak mustahil
apabila makalah ini jauh dari kata “ sempurna “. Hal ini disebabkan karena sangat
terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang kami miliki. Makalah ini juga kami
susun untuk memenuhi salah satu tugas demi pencapain dan tambahan nilai materi
kuliah Perpajakan.
Mudah - mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi
kami dan umumnya bagi pembaca. Serta
dapat menambah pengetahuan dan wawasan
yang sangat bermanfaat bagi semuanya.
Kami menyadari bahwa tanpa kerjasama yang terjalin dengan
baik di antara kami, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
serta tepat pada waktunya. Dan atas segala kekurangan serta kesalahan apabila
ada yang tertera dalam makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Tidak terlepas juga atas saran dan kritik yang dapat membangun makalah ini
supaya menjadi lebih sempurna.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Sejalan
dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial dan politik harus disadari
bahwa perlu dilakukan perubahan undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan keadilan,
meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan
hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang perpajakan. Selain itu,
Perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur
perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan
sukarela Wajib Pajak.
Sistem,
mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana
menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang ini dengan tetap menganut
sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan
peningkatkan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak
sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban
perpajaknnya dengan lebih baik. Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah
tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia,
baik dari segi kegotong royongan nasional maupun dalam laju pembangunan
nasional yang telah dicapai. Disamping itu, perpajakan yang lama tersebut belum
dapat menggerakan peran dari semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya
dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna
mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional. Oleh karena itu
pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru dengan yang lama.
Dalam
tiap-tiap masyarakat, ada hubungan antara manusia dengan manusia dan selalu ada
peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak dan
kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji / upah dari pekerjaan membawa
kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja. Demikian
juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan
sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam
bentuk untuk membantu negara dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Begitu pula
hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa
kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
Cort Van der Linden berpendapat bahwa pajak adalah kewajiban penduduk
negara untuk dapat menetap serta berusaha dalam negara itu dan memperoleh
perlindungan. Jadi penduduk negara berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum
dan sosial ekonomi). Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak
kepada negara. Secara umum pengertian pajak adalah istilah yang tidak asing
lagi bagi kita, peranannyapun dalam pengembangan suatu Negara juga sangat
besar. Karena itu, di Indonesia banyak Undang-Undang maupun peraturan
perundang-undangan yang menjelaskan tentang pajak. Dari periode ke periode
peraturan tentang pajak selalu mengalami perubahan, begitupun di Indonesia.
Sehingga munculah istilah-istilah baru tentang perpajakan yang harus diketahui
oleh orang banyak. Selain itu perlu disadari juga bahwa sebagian besar penduduk
indonesia yang belum mempunyai NPWP, padahal NPWP tersebut sangat penting bagi
pembangunan Negara. Maka dari itu kami membuat makalah ini guna memberi tahu
pembaca tentang NPWP dan menumbuhkan kesadaran pembaca untuk membayar pajak.
Perkembangan pajak di Indonesia
semakin meningkat dari masa ke masa dan kini sudah sangat dirasakan bahwa pajak
menjadi suatu kebutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut dapat
dilihat dari makin tingginya target penerimaan negara yang berasal dari pajak dan
untuk tahun 2010 target penerimaan pajak adalah sebesar Rp. 661,49 triliun. Salah
satu usaha Direktorat Jenderal Pajak memenuhi penerimaan negara tersebut adalah
dengan melakukan Ekstensifikasi di seluruh Indonesia. Untuk mensukseskan
program Ekstensifikasi tersebut di pandang perlu untuk memberikan pengetahuan
tentang hak dan kewajiban pajak. Khususnya kepada orang pribadi agar dapat
lebih mengetahui hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.
Makalah ini disusun dalam rangka
sosialisasi perpajakan, berisi tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak secara
umum, khususnya Orang Pribadi, baik cara mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) maupun kewajiban yang muncul setelah mendapatkan NPWP. Sehubungan dengan
usaha peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak sebagai salah satu program yang
ditekankan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka kami mencoba untuk menyusun
makalah ini, semoga makalah kecil ini dapat bermanfaat dan membantu wajib pajak
baru orang pribadi dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.
2.
Rumusan
Masalah
1) Jelaskan
tentang sistem perpajakan yang baru ?
2) Jelaskan
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
(UU No.28
Tahun 2007) yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang
didalamnya tertuang ketentuan yang menjujung tinggi hak warga Negara dan
menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan ?
3) Jelaskan
tentang Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak ?
4) Jelaskan
tentang NPWP ( Nomor Pokok Wajib Pajak ) ?
5) Jelaskan
hal-hal yang berkaitan dengan Surat Setoran Pajak ?
6) Jelaskan
tentang Surat Pemberitahuan ( SPT ) ?
7) Jelaskan
tentang Wewenang dan Kewajiban Aparat Perpajakan ?
8) Jelaskan
Daluwarsa Perpajakan ?
3.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
kami menulis makalah dan mengangkat tema mengenai “ Hak dan Kewajiban Umum
Wajib Pajak “ ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan oleh dosen
Yusef Mulyana, SH., MH.
4.
Manfaat
Penulisan
1) Bagi
Penulis dan Akademisi
Penulisan
ini diharapkan menjadi bahan untuk memperluas wawasan pengetahuan kami tentang
masalah Perpajakan. Selain itu supaya ada kesadaran pada diri kami untuk tertib
membayar pajak.
2) Bagi
Pemerintah
Penulisan
ini diharapkan menjadi masukan kepada
pemerintah terkait dengan permasalah pajak di Indonesia supaya hasil pajak yang
telah dipungut dari masyarakat lebih dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui suprastruktur dan infrastruktur demi
kemajuan negara Indonesia.
3) Bagi
Masyarakat
Penulisan
ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
wawasan tentang pajak dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar sadar untuk
tertib membayar pajak demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
5.
Kerangka
Pemikiran
Pajak adalah
iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya (wajib pajak)
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali
yang langsung.
Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak
adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagi tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
Surat Setoran Pajak
adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau dengan cara lain.
Surat Pemberitahuan
Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak.
6.
Metode
dan Teknik Penulisan
1)
Metode
Penulisan
Metode yang kami gunakan untuk
menulis makalah ini yaitu dengan menggunakan metode analisis data. Metode
analisis data adalah kegiatan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,
memberi tanda/ kode, dan mengkategorikan data sehingga dapat ditemukan dan
dirumuskan hipotesis kerja berdasarkan data yang diperoleh.
Neong
Muhadjir menyatakan bahwa analisis data merupakan upaya mancari dan menata
secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya
sebagai temuan bagi orang lain.
2)
Teknik
Penelitian
Teknik
dalam penyelesaian makalah ini yaitu dengan menggunakan teknik kepustakaan.
Teknik kepustakaan ( Library Reseach ) adalah mengumpulkan data dengan membaca
buku-buku yang relevan untuk membantu di dalam menyelesaikan dan juga untuk
melengkapi data yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
7.
Sistematika
Penulisan
Untuk lebih memudahkan dalam mencapai maksud dan
tujuan penulisan ini, maka penulisan ini disistematisir pembahasannya yang
terbagi dalam beberapa bab dan sub bab, yakni sebagai berikut :
1)
Bab I berjudul pendahuluan, yang
berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode dan teknik penulisan dan sistematika penulisan.
2)
Bab II berjudul Pembahasan, yang di
dalamnya menguraikan
3)
Bab III merupakan bab penutup yang
memuat kesimpulan-kesimpulan dan saran sebagai kristalisasi hasil analisis dari
pembahasan tersebut.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk
pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
1. Fungsi
anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas
rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini
dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain
sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah
ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor
pajak.
2. Fungsi
mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan
fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar
negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi
untuk produk luar negeri.
3. Fungsi
stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi
redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan
untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas). Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai
subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas
domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga
menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu
khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk
orang pribadi.
Berkenaan mengenai pengenaan pajak, pajak mempunyai
latar belakang falsafah. Falasafah pajak ini lebih lanjut lagi berdasarkan
falsafah negara yaitu pancasila. Pasal 23 UUD 1945, merupakan dasar hukum
pemungutan pajak yang berbunyi “segala pajak pajak untuk kegunaan kas negara
berdasarkan undang-undang” walaupun pasal 23 (2) UUD 1945, merupakan dasar
hukum pemungutan pajak, namun pada dasarnya dalam ketentuan ini tersirat
Falsafah Pajak. Pajak harus berdasar undang-undang karena dapat diibaratkan
pajak adalah menyayat daging diri kita sendiri. Pajak tidak memerikan imbalan
yang secara langsung dapat dinikmati, atau dapat dikatakan pajak tidak
memberikan imbalan.
Selain memiliki dasar falsafah dalam pengenaan pajak terdapat asas-asas menurut
Falsafah Hukum yaitu asas-asas keadilan, untuk memberikan dasar
menyatakan keadilannya, terdapat teori-teori pajak yang dapat diterapkan dalam
pemungutan pajak dalam masyarakat, dan juga terdapat sistem pemungutan
pajak diantaranya adalah:
1. Teori
Pemungutan Pajak
a. Teori asuransi : Pajak
dianggap sama dengan premi yang harus dibayar rakyat karena negara yang
mempunyai tugas menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dan lingkungan di
seluruh wilayah negara.
b. Teori Kepentingan : Teori
kepentingan hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut
pemerintah kepada rakyat yang disesuaikan dengan kepentingan masing-masing
dalam tugas-tugas pemerintah yang bermanfaat baginya termasuk perlindungan atas
jiwa beserta harta bendanya.
c. Teori Daya Pikul : Pajak
harus dibayar menurut daya pikul atau kemampuan seseorang.
d. Teori Bakti : teori yang
berdasar atas paham organisasi negara yang mengajarkan bahwa negara negara
sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum.
Dengan organisasi dan tindakan negara seperti itu, di satu sisi negara
mempunyai hak untuk memungut pajak.
e. Teori Gaya Beli :
penyelenggaraan kepentingan rakyat dapat dapat dianggap sebagai dasar keadilan
pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan juga bukan kepentingan negara
melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.
2. Asas Pemungutan
Pajak
a. Asas Domisisli : Asas ini
didasarkan pada domisili atau tempat tinggal wajib pajak di suatu negara.
Negara tempat tinggal seseorang berhak mengenakan pajak terhadap seseorang
tersebut tanpa melihat darimana sumber penghasilan atau pendapatanya diperoleh
dan tanpa melohat kebangsaan atau kewarga negarann wajib pajak tersebut.
b. Asas Sumber : Dalam
asas ini pemungutan didasarkan pada adanya sumber pendapatan alam suatu negara.
Negara menjadi tempat sumber pendapatan tersebut berhak memungut pajak tanpa
memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan : Pada asas
inivpemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan seseorang. Yang berhak memungut
pajak seseorang adalah negara yang menjadi kebangsaan orang tersebut.
3. Sistem
Pemungutan Pajak
a. Official Assesment System : adalah
sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang dilunasi atau
terhutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atau
fiscus.
b. Self Assesment System : adalah
sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang dilunasi atau
terhutang oleh wajib ajak dihitung sendiri oleh wajib pajak.
4. Dasar Hukum
a.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
b.
Undang-undang No. 10/1994
Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (2). “ Atas Pengasilan berupa bungan
deposito dan tabungan dan tabungan-tabungan lainya, penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harat
berupa tanah dan atau tabungan serta pengasilan tertentu lainya,
pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.
c.
Undang-Undang Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.
d.
Undang-undang nomor : 7 tahun 1991 tentang
perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.
e.
Undang-undang nomor 46 tahun 1994
tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar
negeri.
f.
UUD 1945 pasal 23 ayat (2) : segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
g.
UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP jo.
UU No. 9/1994.
h.
UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN jo.
UU No. 11/1994.
i.
UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB sbg
diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994.
j.
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea
Materai.
k.
UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTP sebagai
diubah dengan UU No. 20 tahun 2007.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pajak
Adapun yang dimaksudkan dengan pajak ialah
iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayrnya (wajib pajak)
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali
yang langsung. Sedangkan menurut Prof. Dr. MJH, Smeeth, pajak yaitu prestasi
pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan.
Dari definisi-definisi tersebut, ternyata terdapat istilah “yang dapat
dipaksakan” atau istilah wajib yang mengandung pengertian bahwa kalau wajib
pajak itu tidak mau membayar pajak yang dibebankan kepadanya, maka hutang pajak
itu dapat ditagih secara paksa, misalnya dengan penyitaan. Manfaat atau guna
pajak itu sendiri ialah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan
dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan
rakyat. Jadi, hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak ini
tidak dapat kita peroleh secara langusng. Karena prestasi yang diberikan oleh
pemerintah ini merupakan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang
manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti sekolah-sekolah negeri dan
sebagainya. Dengan memenuhi kewajiban membayar pajak, seorang wajib pajak
sebagai warga negara yang baik telah membantu pemerintah dalam membiayai rumah
tangga negara dan pembangunan negara.
2. Ciri – ciri Pajak
a.
Pajak dipungut berdasar peraturan
perundangan yang berlaku.
b.
Pajak dipungut oleh pemerintah, baik
pusat maupun daerah.
c.
Pajak tidak menimbulkan adanya
kontra prestasi dari pemerintah secara langsung.
d.
Pajak dipungut untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.
e.
Pajak berfungsi sebagai pengatur
anggaran negara.
3. Macam-macam
Pajak
Pajak dapat dibagi dua golongan, yaitu :
a.
Pajak langsung ialah pajak yang
harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang
lain.
Misalnya : pajak seorang pengusaha
dibayar dari pendapatan atau labanya sendiri sehingga pada dasarnya pajak ini
tidak menaikkan harga barang yang diproduksi oleh pengusaha itu. Contoh pajak
langsung : pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak rumah tangga, pajak
perseroan, pajak bumi dan bangunan dan sebagainya.
b.
Pajak tidak langsung ialah pajak
yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh wajib pajak ini dibebankan kepada
orang lain yang membeli barang-barang yang dihasilkan olehnya.
Pajak ini akhirnya dapat menaikkan
harga, karena dibebankan kepada pembeli dan karena itu hanya dibayar kalau
terjadi transaksi yang menimbulkan pajak tersebut. Misalnya : pajak penjualan,
pajak pembangunan, bea materai, bea balik nama dan sebagainya.
4. Pengertian
Hukum Pajak
Hukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara
pemerintah dengan para wajib pajak, yang antara lain menerangkan :
·
Siapa-siapa wajib pajak
·
Obyek-obyek apa yang dikenakan pajak
·
Kewajiban wajib pajak terhadap
pemerintah
·
Timbul dan hapusnya hutang pajak
·
Cara penagihan pajak
·
Cara mengajukan keberatan dan banding
pada peradilan pajak
Dalam penyusunan peraturan perpajakan ini harus
diperhatikan banyak hal, antara lain kemampuan wajib pajak, keadilan dalam
pembebanan pajak, keadaan keuangan negara, keadaan ekonomi masyarakat dan
cara-cara pelaksanaannya.
5. Unsur – unsur Pajak
a.
Dari rakyat kepada Negara
b.
Iuran Berdasarkan undang-undang
c.
Tanpa jasa timbale balik atau
kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
d.
Digunakan untuk membiayai rumah
tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat
luas.
6. Fungsi Pajak
a.
Fungsi budgetair, yaitu pajak
sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranya.
b.
Fungsi mengatur (regulered) yaitu pajak
sebagai alat untuk mengatur untuk melaksanakan kebijaksaan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi.
7. Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum,
keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan Undang-Undang tentang
ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok
sebagai berikut:
a.
Meningkatkan efesiensi pemungutan
pajak dalam rangka mendukung penerimaan Negara.
b.
Menigkatkan pelayanan, kepastian
hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang
penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah.
c.
Menyesuaikan tuntutan perkembangan
sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi.
d.
Meningkatkan keseimbangan antara hak
dan kewajiban.
e.
Menyederhanakan prosedur
administrasi perpajakan.
f.
Meningkatkan penerapan prinsip self
assement secara akuntabel dan konsisten.
g.
Mendukung iklim usaha kearah yang
lebih kondusif dan kompetitif.
8. Dasar hukum
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
adalah Undang - undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
9.
Tahun Pajak
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau
tahun kalender. Akan tetapi wajib pajak dapat menggunakan tahu pajak tidak sama
dengan tahun takwim dengan syarat konsisten selama 12 bulan dan melapor kepada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat. Cara menentukan suatu tahun adalah
sebagai berikut:
a.
Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim
Pembukaan dimulai 1 januari 2007 dan berakhir 31 desember 2007, disebut tahun pajak 2007.
Pembukaan dimulai 1 januari 2007 dan berakhir 31 desember 2007, disebut tahun pajak 2007.
b.
Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun
Takwim
c.
Pembukuan dimulai 1 juli 2007 dan
berakhir 30 juni 2008. Disebut tahun pajak 2007 karena 6 bulan pertama pada
tahun 2007.
d.
Pembukuan dimulai 1 oktober 2006 dan
berakhir 30 september 2007. Disebut tahun pajak 2007 karena lebih dari 6 bulan
jatuh pada tahun 2006.
e.
Pembukuan dimulai 1 april 2006 dan
berakhir 31 maret 2007. Disebut tahun pajak 2006 karena lebih dari 6 bulan
jatuh pada tahun 2006.
10. Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak
Adapun Hak dan Kewajiban Wajib Pajak adalah
sebagai berikut:
1. Hak Wajib
Pajak
a.
Hak atas kelebihan pembayaran pajak
Di mana jika pajak yang terutang untuk suatu tahun
pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain
pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang
seharusnya terutang, maka WP mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan
tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu
12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Khusus
untuk WP yang masuk kriteria WP Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak
permohonan diterima. Pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. WP dapat
melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara:
a) Melalui Surat Pemberitahuan (SPT); atau b) dengan mengirimkan surat
permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila DJP terlambat
mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka WP berhak
menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
b.
Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan
Hak yang kedua adalah hak dalam hal dilakukan
pemeriksaan, maka WP berhak: a) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan; b) Melihat
tanda pengenal pemeriksa; c) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan
pemeriksaan; d) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT; e)
Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang
ditentukan; dan f) Meminta review kepada Kantor Wilayah DJP terkait hasil
pemeriksaan.
c.
Hak untuk mengajukan keberatan,
banding atau gugatan, serta peninjauan kembali
Di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh DJP, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat
mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil.
Jika WP tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan
tersebut. Selanjutya jika belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka
WP dapat mengajukan banding atau gugatan. Langkah terakhir yang dapat dilakukan
oleh WP dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).
d.
Hak kerahasiaan WP
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan
kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada
Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan.
Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga
dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert
ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak
antara lain : a) Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya
yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; b) Data dari pihak ketiga yang bersifat
rahasia; c) Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku. Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan
atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau
bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan
kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
e.
Hak untuk pengangsuran atau
penundaan pembayaran pajak
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
f.
Hak untuk penundaan pelaporan SPT
Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat
menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh
Orang Pribadi.
g.
Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat
mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
h.
Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB)
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi
tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena
sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana
alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran
pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak
terutang. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2)
yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk
pengurangan PBB tidak lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor
Dinas Pendapatan Kota/kabupaten setempat.
i.
Hak untuk pembebasan pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan.
j.
Pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu
sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihanpembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN
dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
k.
Hak untuk mendapatkan pajak
ditanggung pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang
dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas
penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama
ditanggung oleh pemerintah.
l.
Hak untuk mendapatkan insentif
perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau
kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut.
BKP tertentu yang ibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat
Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang
penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang
melakukan kegiatan dikawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat
fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
Dengan memahami hak dan kewajiban WP, diharapkan setiap WP di Indonesia tidak
ragu lagi untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sekaligus menikmati
hak-haknya.
2. Kewajiban
Wajib Pajak
a.
Kewajiban Mendaftarkan Diri
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak
mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPPatau KP2KP yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan
tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib
mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran dan
melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula
mendaftarkan diri secara on-line melalui e-register. Bagi Pengusaha yang telah
memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP
atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan
sebagai PKP adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan
penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran
bruto/penerimaan bruto (omzet) melebihi Rp600.000.000,- setahun. Pengusaha yang
tidak memenuhi persyaratan, dapat juga melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP.
b.
Kewajiban pembayaran pajak
Dalam hal kewajiban pembayaran, ada 4 hal yang mesti
diperhatikan: a) WP wajib membayar sendiri pajak terutang, meliputi: pembayaran
angsuran Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan (PPh Pasal 25) dan pembayaran
kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29); b) WP wajib membayar PPh melalui
pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain, meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22,
PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15 serta PPh Pasal 26 untuk Wajib
Pajak Luar Negeri; c) WP wajib membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi
jasa ataupun kepada pihak yang ditunjuk pemerintah; d) WP wajib membayar Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau melalui
perangkat desa. Dalam kewajiban pembayaran pajak, juga meliputi kewajiban untuk
membayar atau melunasi utang pajak yang timbul karena pemeriksaan pajak. Utang
pajak akibat hasil pemeriksaan bisa tercantum dalam: a) Surat Tagihan Pajak
(STP); b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); c) Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); d) Surat Keputusan Pembetulan, e) Surat Keputusan
Keberatan, f) Surat Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah.
c.
Kewajiban pemungutan/pemotongan
pajak
Selain pembayaran yang dilakukan sendiri, terdapat
mekanisme pembayaran lainnya, yaitu dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang
dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah
pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut,
antara lain yang ditunjuk tersebut adalah bendahara pemerintah, subjek pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya. Apabila WP tergolong sebagai subjek pajak badan
dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungut pajak. Adapun
jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23,
PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM.
d.
Kewajiban pelaporan pajak
Pajak yang telah dibayar tersebut wajib dilaporkan.
Pelaporan pajak dapat disampaikan di tempat-tempat berikut: a) Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di lingkungannya; b) Drop Box; c) e-Filing;
dan/atau d) Mobil Pajak atau Pojok Pajak. WP menggunakan Surat Pemberitahuan
(SPT) sebagai sarana pelaporan dan pertanggungjawaban penghitungan jumlah pajak
yang sebenarnya terutang. Selain itu, SPT juga digunakan untuk melaporkan
pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui
mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak
pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong
atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. SPT
terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa.
e.
Kewajiban
pembukuan/pencatatan
Pembukuan diwajibkan bagi WP Badan dan WP Orang
Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dengan pengecualian
apabila omsetnya dalam satu tahun di bawah Rp4,8 milyar. Sedangkan bagi WP
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan omset
di bawah Rp4,8 milyar setahun atau tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, diwajibkan untuk melakukan pencatatan. Pembukuan dilaksanakan
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca,
dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Sedangkan pencatatan
dilaksanakan untuk mengumpulkan data tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai
pajak yang bersifat final.
f.
Kewajiban dalam
hal diperiksa
Jika WP diperiksa, maka WP wajib: a) Memenuhi
panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang
ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; b) Memperlihatkan dan/atau
meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain
termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang
terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, WP wajib memberikan
kesempatan kepada pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang
dikelolah secara elektronik; c) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat
atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran
pemeriksaan; d) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan
Hasil Pemeriksaan; e) Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh
Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; f) Memberikan
keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
g.
Kewajiban memberi data
Kewajiban terakhir dari WP adalah kewajiban untuk
memberi data dan informasi. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan
pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ketentuannya diatur pada
Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009. Data dan informasi
dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat
menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau
kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan
dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar
DJP.
11.
NPWP ( Nomor
Pokok Wajib Pajak )
Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajaknnya.
a.
Fungsi NPWP
Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pelaksaan
administrasi perpajakan.
b.
Pencantuman NPWP
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib
Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.
c.
Pendaftaran NPWP
Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan
subyektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan berdasarkan sistem assessment, Wajib Pajak mendaftarkan diri pada
Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan
sekaligus untuk mendapatkan Nomor pokok Wajib Pajak. Tempat pendaftran
dilakukan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan bagi Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak
secara jabatan apabila Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subyektif dan
obyektif tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
d.
Sanksi
Setiap orang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri
untuk diberikan Nomor Pokok Wajin Pajak , atau menyalah gunakan atau
menggunakan tabpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara dipidana penjar apaling sedikit enam bulan dan paling lama enam tahun
dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau tidak
kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak
dibayar.
e.
Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP apabila:
·
Dilakukan permohonan pengapusan NPWP
oleh Wajib Pajak dan/atau ahli ahli waris nya apabila wajib Pajak sudah tiada
memenuhi persyaratan subyektif dan atau obyektif sesuai dengan ketentuan
undang-undang perpajakan.
·
Wajib pajak badan dilikuidasi karena
penghentian atau penggabungan usaha.
·
Wajib pajak bentuk usaha tetap
menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
f.
Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit , yaitu Sembilan digit
pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan enam digit berikutnya merupakan Kode
Administrasi Perpajakan.
Formatnya adalah sebagai berikut :
Formatnya adalah sebagai berikut :
0
|
1
|
5
|
1
|
2
|
0
|
0
|
2
|
2
|
5
|
0
|
4
|
0
|
0
|
0
|
g.
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apa pun yang ada dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang ,
mengimpor, mengekspor, melakukan usaha perdagangan, dan lain-lain. Pengusaha
Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang Kena Pajak dan
atau penyerahan Jasa kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang
pajak pertambahan nilai 1984 dan perubahannya.
h.
Fungsi pengukuhan PKP
·
Sebagai identitas PKP yang
bersangkutan.
·
Melaksanakan hak dan kewajiban di
bidang Pajak pertambahan Nilai dan Pajak atas penjualan Atas Barang Mewah.
·
Pengawasan administrasi perpajakan.
i.
Sanksi
Setiap orang dengan sengaja tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak , sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara dipidana paling lambat enam bulan dan paling
lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang
atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang atau
tidak dibayar.
12.
Surat
Setoran Pajak
Surat setoran
pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan (KUP: Pasal 1 angka
4).
a. Fungsi
Setoran Surat Pajak
·
Sebagai sarana untuk membayar
pajak.
·
Sebagai bukti dan laporan
pembayaran pajak.
a.
Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak
Wajib Pajak wajib membayar atau
menyetora pajak yang terhutang dengan mengguanakan Surat Setoran Pajak ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan. KUP : Pasal 10 ayat (1)
Tempat pembayaran tersebut adalah:
a.
Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral
anggaran;
b.
Kantor pos.
4.
Batas Waktu Pembayaran
Batas waktu pembayaran atau
penyetoran diatur sebagai berikut :
a.
Batas Waktu Pembayaran Masa:
No.
|
Jenis Pajak
|
Batas Waktu Pembayaran atau
Penyetoran
|
1
|
PPh pasal 21
|
Paling lambat tanggal
10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir
|
2
|
PPh pasal 21-impor
|
Harus dilunasi
sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Apabila
Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian
dokuman impor
|
3
|
PPh pasal
22-Direktorat Jendral Bea dan Cukai
|
1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dilakukan
|
4
|
PPh pasal 22-
Bendaharawan Pemerintah
|
Pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran
|
5
|
PPh pasal 22 dari
penyerahan oleh Pertamina
|
Dilunasi sendiri oleh
wajib pajak sebelum Suart Pemerintah Pengeluaran Barang (deliveryn order) ditebus
|
6
|
PPh pasal 22 yang
dipungut oleh badan tertentu
|
Paling lambat
tanbggal 10 bulan takwim berikutnya
|
7
|
PPh pasal 23 dan 26
|
Paling lambat tanggal
10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
|
8
|
PPh pasal 25
|
Paling lambat tanggal
15 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
|
9
|
PPN dan PPn-Bm
|
Paling lambat tanggal
15 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
|
10
|
PPN dan PPn-Bm impor
|
Harus dilunasi
sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Apabila
Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian
dokuman impor
|
11
|
PPN dan PPn-Bm
Direktorat Jendral Bea dan Cukai
|
1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dilakukan
|
12
|
PPN dan PPn-Bm
Bendaharawan
|
Paling lambat tanggal
7 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
|
13.
Surat
Pemberitahun
Surat
Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (KUP : pasal 1 angka 11)
a.
Fungsi Surat
Pemberitahuan (SPT)
Fungsi SPT bagi wajib
pajak PPh :
·
Sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang.
·
Untuk melaporkan
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilakukan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak.
·
Untuk melaporkan
pembayaran pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam masa pajak yang ditentukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
b. Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak
·
Sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPn-BM yang
seharusnya terutang.
·
Untuk melaporkan
pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
·
Untuk melaporkan
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena
Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak yang telah ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak :
- Sabagai sarana untuk malaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
d. Kewajiban terhadap SPT
- Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. (KUP : Pasal 3 ayat (1))
e. Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
- Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
- Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan.
- Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.
f.
Sanksi Keterlambatan
Pembayaran Pajak
Atas
keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2%
(dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran.
Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan
pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
14.
Wewenang dan
Kewajiban Aparat Perpajakan
Wewenang
:
1)
Wewenang Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
- Dalam jangka waktu 5 tahun setelah terhutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal sebagai berikut :
a. Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar.
b. Apabila
surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 ayat 3 dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
c. Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai ppn dan ppn-bm
ternyata tidak segera dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenakan tarif 0 %.
d. Apabila
kewajiban sebagaiman dimaksud dalam pasal 28 dan 29 tidak terpenuhi sehingga
tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terhutang.
(KUP : pasal ayat 13
ayat (1))
- Direkturat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terhutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terhutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar Tambahan. (KUP : Pasal 15 ayat (1))
- Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sangksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % dai jmlah kekurangan pajak tersebut. (KUP : Pasal 15 ayat (2))
- Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pandahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, Yang Dalam Penerbitannya Tedapat Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung. Dan atau kekeliruan penetapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. (KUP : Pasal 16 ayat (1))
2) Wewenang Menerbitkan Surat Tagihan Pajak
Direkturat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Tagihan Pajak apabila :
a. Pajak
penghasilan tidak atau kurang dibayar.
b. Dari
hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau
salah hitung.
c. Wajib
Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
d. Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat faktur
pajak, atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
e. Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha yang kena pajak yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap.
f. Pengusaha
Kena Pajak yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak.
g. Pengusaha
Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan.
3) Wewenang Melakukan Penagihan Pajak
- Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertmbah, merupakan dasar penagihan pajak.
- Tindakan pelaksanaan pajak yang terhutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan, Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar, setelah lewat jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan.
- Tindakan pelaksanaan penagihan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 diawali dengan mengeluarkan surat teguran oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah tujuh hari sejak jatuh tempo pembayaran.
4) Wewenang Melakukan Pemeriksaan
- Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksaan dan dilengkapi dngan surat perintah pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa.
- Pemeriksaan untuk menguji ketentuan pemenuhan kewajiban perpajakan.
- Pemeriksaan untuk tujuan lain, dilakuakan jika ada indikasi tidak terpenuhinya kewajiban salah satu ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
5) Wewenang Melakukan Penyelidikan
- Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat PNS tertentu di lingkungan Dirjen Pajak diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
- Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara RI sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Acara Pidana.
6) Wewenang Melakukan Penyegelan
- Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan tidak bergerak, apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (3).
7) Wewenang Mengurangkan Atau Menghapuskan Sanksi
Administrasi.
Direktur jenderal pajak karena jabatan atau atas
permohonsn wajib pajak dapat :
- Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
- Mengurangkan atau membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar.
- Mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak.
- Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan.
Kewajiban:
a. Kewajiban Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
- Direktur Jendral Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terhutang. (KUP : Pasal 17)
- Direktur Jendral Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil, apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. (KUP : PASAL 17 A)
- Direktur Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 bulan setelah sejak surat permohonan diterima secara lengkap. (KUP: Pasl 17 B ayat (1))
b. Kewajiban Memberikan Keputusan
- Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (KUP: Pasal 26 ayat (1))
- Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar. (KUP : Pasal 26 ayat (3))
c. Kewajiban Memberikan Keterangan
- Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan mengajukan keberaytan, Direktur Jendral Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi pemotongan atau pemungutan pajak. (KUP : Pasal 25 ayat (6))
d. Kewajiban Menjaga Kerahasiaan Data
- Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang dilakukan yang diketahui kepadanya oleh Wajib Pajak atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (KUP : Pasal 34 ayat (1))
- Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (KUP : Pasal 34 ayat (2))
- Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah:
ü Pejabat
dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan.
ü Pejabat
dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk memberikan
keterangan kepada pejabat Lembaga Negara atau Instansi Pemerintahan yang
berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan. (KUP: Pasal 34 ayat
(2a))
15. Daluwarsa Perpajakan
a. Hak
untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga denda, kenaikan, dan penagihan
pajak, daluwarsa setelah melampui waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan
surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak kurang bayar, Surat Keputusan
Pembetulan.
b. Daluwarsa
penagihan Pajak sebagai mana di maksut pada ayat (1) tertangguh apabila:
·
Diterbitkan Surat
Paksa.
·
Ada Pengakuan utang
pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.
·
Diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagai mana di maksut dalam Pasal 13 ayat (5).
·
Dilakukan penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan lain-lain.
Lain-lain
:
a.
Setip instansi
pemerintahan,lembaga,asosiasi dan pihak lain ,wajib
membeirkan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada direktoral wajib pajak yang ketentuan-ketentuannya di atur
degan peraturan pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagai mana
dimaksut dalam pasal 35 ayat (2).
b.
Dalam hal data dan informasi
sebagai mana di maksut pada ayat (1) tidak mencakupi, Direktur Jenderal Pajak
berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepaentingan penerimaan yang
ketentuan duatur dengan peraturan pemerintah degan memperhatikan ketentuan
dalam pasal 35 ayat (2). (KUP : pasal 35
ayat (2))
Sanksi
:
a.
Setiap orang harus memberikan
keterangan atau bukti yang di minta dalam Pasal 35 tetapidengan sengaja tidak
memberi keterangan atau bukti , dipidana dengan pidana kurung paling lama 1
tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,00. (KUP : Pasal 41A)
b.
Setiap orang degan segaja
menghalagi dan mempersulit penyidikan tindak pidana di pidang perpajakan,
dipidana dengan pidana kurung paling lama 3 tahun dan denda paling banyak
Rp75.000.000,00. (KUP : Pasal 41B)
c.
Setiap orang yang dengan segaja
tidak memenuhi kewajiban yang sesuai dalam pasal 35 ayat (1), dipidana dengan
pidana kurung paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000,00. (KUP
: Pasal 41C)
d.
Setiap orang dengan segaja
menyebabkan tidak terpanuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain yang sesuai
dalam pasal 35A ayat (1), dipidana dengan pidana kurung paling lama
10 tahun dan denda paling banyak Rp 8000.000,00. (KUP : Pasal 41C)
e.
Setiap orang yang degan segaja
tidakmemberikan data dan informasi yang di minta Direktur Jendral Pajak yang
sesuai dalam pasal 35A ayat (2), dipidana dengan pidana kurung paling lama 10
tahun dan denda paling banyak Rp8000.000,00. (KUP : Pasal 41C)
f.
Setiap orang yang dengan segaja
menyalah gunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian
pada negara, dipidana dengan pidana kurung paling lama 10 tahun dan denda
paling banyak Rp8000.000,00. (KUP: Pasal 41C)
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pajak ialah iuran wajib kepada negara berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara
langsung, manfaat atau guna pajak yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
kesejahteraan rakyat. Pajak dibagi dalam dua macam yaitu pajak langsung dan
pajak tidak langsung, disamping itu wajib pajak pun mempunyai kewajiban dan
hak-hak sebagai seorang wajib pajak yang diantaranya yaitu :
a.
Hak Wajib Pajak :
·
Hak atas kelebihan pembayaran pajak
·
Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan
·
Hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta peninjauan
kembali
·
Hak kerahasiaan WP
·
Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak
·
Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
·
Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25
·
Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
·
Hak untuk pembebasan pajak
·
Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
·
Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
·
Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan
a.
Kewajiban
Wajib Pajak :
·
Kewajiban Mendaftarkan Diri
·
Kewajiban pembayaran pajak
·
Kewajiban pemungutan/pemotongan
pajak
·
Kewajiban pelaporan pajak
·
Kewajiban
pembukuan/pencatatan
·
Kewajiban
dalam hal diperiksa
·
Kewajiban memberi data
2. Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
H. Bohari,
SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002.
Drs. C.S.T
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,
1989.
Prof. H. A.
M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994.
H. Bohari,
SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002,
hlm. 21-22
Drs. C.S.T
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,
1989, hlm. 324
H. Bohari,
SH., M.S., op.cit., hlm. 23-24
Prof. H. A.
M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994, hlm.93
Hostaritua,
Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Pandiangan,
Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga,
Soemitro,
Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung
Subscribe to:
Posts (Atom)