7/19/2014

entah mengapa malam ini ingin sekali kukatakan, aku merindukanmu kukang :))
kamu baik-baik yaa disana :) karena salah satu bahagiaku mendengar kabarmu senantiasa baik.
jaga kesehatan, ga boleh terlalu di portir kerjaan yang ga terlalu jelasnya *hehehe
hilangin pula insomnianya -,-
sukses yaa buat the last exam nyaaa, and then enjoy your holiday :)

7/09/2014

Judul: Memang Jodoh
Penulis : Marah Rusli
Penyunting: Melvi Yendra
Proofreader: Emi Kusmiati
ISBN: 978-602-9225-84-6
Halaman: 536
Penerbit: Penerbit Qanita 


Hidup
Mati
Rezeki
Jodoh
 
Semuanya sudah diatur oleh Maha Pencipta. Sering kali, sebagai manusia kita merasa tahu banyak hal, jodoh yang terbaik bagi kita misalnya. Berbagai cara dilakukan guna memperoleh belahan jiwa yang terbaik bagi anak keturunan. Kadang terlupakan yang terbaik menurut kita belum tentu yang terbaik di hadapan Maha Tahu.

Hamli muda merasa resah, Sebagai sosok muda yang tampan, pandai, memiliki darah bangsawan  perempuan Padang mana yang tak akan terpesona dengan sosoknya. Para ibu berlomba menjadikannya menantu. Jika ia mau, dengan menjalankan adat, yaitu dilamar dan dinikahkan maka bisa dipastikan ia tak perlu bekerja dengan susah payah. Sebagai bangsawan ia tak perlu menanggung biaya  prosesi pernikahan, bahkan menafkahi istri dan anak kelak Sebaliknya Hamli justru akan diberi nafkah semua kebutuhannya dipenuhi oleh  mamak (paman) atau mertua. Posisinya dalam keluarga dimulikan, disanjung tinggi bahkan seluruh keinginannya dipenuhi.

Tapi bukan itu keinginannya.
Jiwa mudanya tak ingin pergi melanjutkan sekolah ke Belanda menghabiskan biaya besar  agar kelak mendapat gaji besar apalagi membiarkan dirinya dilamar agar memperoleh uang yang lumayan. Ada sesuatu yang mengusik hatinya. Jika ditelaah,  sejak kecil ia selalu terlihat menanggung pilu akan sesuatu. Saat sedang bergembira mendadak ia terdiam lalu termenung hingga berjam-jam. Pikiran dan perasaannya kosong. Wajahnya menunjukan pedih dalam hati, air mata yang menetes menambah jelas pilu yang ditahan.

Berbagai usulan dan lamaran menikah ditampiknya walau banyak yang menyarankan menikah bisa mengobati pedih hatinya. Baginya menikah bukanlah perkara mudah,  apalagi jika ia belum menemukan sosok yang tepat. Sebagai siswa ia juga belum memiliki penghasilan yang cukup untuk membiayai sebuah rumah tangga meskipun sebagai seorang Marah harusnya ia tak memusingkan soal itu. Hamli tidak ingin dibantu. Baginya anak istri adalah tanggungannya, bukan tanggungan mamaknya. Sungguh hal yang tak biasa bagi seorang Sultan atau seorang Marah.

Keputusannya untuk bersekolah di Bogor terbukti merupakan hal yang tepat. Di sana  Hamli menemukan obat bagi rasa pedih dan pilunya. Putri Wedana Cibinong, Nyai Radin Asmawati merupakan sumber kesembuhan Hamli. Bersamanya Hamli berubah menjadi sosok yang ceria. Sembuhlah ia dari penyakit yang selama ini dideritanya.

Pesta perkawinan Hamli dan Din Wati bukanlah pesta perkawinan ala 1001 malam walau keduanya merupakan orang terpandang dan keturunan bangsawan. Perbedaan latar belakang membuat pernikahan mereka harus dirahasiakan dari kedua belah pihak. Bagi keluarga Hamli, ia sudah mencoreng adat dengan tidak menikahi perempuan dari tanahnya. Bagi kerabat Hamli, Din Wati telah mencuri hak para perempuan. 

Sementara bagi kerabat Din Wati, sosok Hamli sebagai seorang pelajar sungguh tak layak bersanding dengannya. Latar belakang keluarganya dianggap tidak jelas. Belum lagi trauma para kerabat akan nasib salah satu anggota keluarga yang mengalami siksa ketika menikah dengan seorang yang berasal dari Padang. Sang kerabat mengalami siksa bathin dan fisik. Ipar perempuannya merebut perhiasan dan pakaian yang dibawanya dari rumah orang  tua hanya dikarenakan sang suami tidak bisa memberikan perhiasan dan pakaian yang sama. Tak ketinggalan aneka tugas berat yang harus dikerjakannya. Puncaknya saat sang suami menikah lagi dengan salah satu perempuan Padang dengan alasan adat.

Meski banyak pihak yang menentang pernikahan mereka Hamli dan Din Wati tetap bertekat menjalani ikatan suci mereka seumur hidup dengan sabar dan iklas. Berbagai cobaan seperti fitnah mengenai asal-usul Din Wati, aneka lamaran yang masih terus mengalir ke Hamli tidak ditanggapi dengan serius. Dengan tegas Hamli menyatakan hanya akan menjadikan Din Wati satu-satunya istrinya. Dan kepada seluruh keturunannya akan diberikannya pesan untuk mengikuti tindakannya.

Mahligai kehidupan pernikahan Hamli dan Din Wati juga mengalami beragam hal-hal luar biasa. Dimulai dari pesan almarhum guru bapak Din Wati bahwa kelak melalui Din Wati sang guru akan kembali menitis. Ramalan bahwa jodoh Din Wati akan segera tiba sesaat sebelum pertemuan mereka yang pertama, mimpi ibunda Hamli mengenai jodoh anaknya. Bahkan peristiwa seorang pengemis yang membuat seluruh keluarga Hamli selamat dari  peristiwa meletusnya Gunung Kelud. Keduanya Memang Jodoh.

Buku ini menawarkan sebuah kisah cinta yang bernuansa unik. Pernikahan beda adat, asal budaya memang bukan hal yang mudah, apalagi saat itu. Berbagai benturan yang terjadi harus disikapi dengan bijak. Butuh kesabaran dan keiklasan untuk menyatukan dua kepribadian yang dibentuk
 
Banyak pesan moral yang bisa kita petik dari kisah ini. Buku ini perlu dibaca oleh mereka yang ingin membuka babak baru dalam kehidupan, menikah. Sehingga mereka mendapat bekal bagaimana bersikap dalam berumah tangga. Terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.

Beberapa adat mungkin sudah tidak terlalu dipermasalahkan saat ini, seperti berjalan harus berjauhan. Hanya bisa bercakap-cakap dalam kamar saat berdua dengan pasangan. Bagi kaum muda saat ini, hal tersebut merupakan hal yang dianggap aneh. Namun saat kisah ini dibuat merupakan adat yang harus dipatuhi.

Cara Hamli dan Din Wati menunjukan rasa kasih sayang satu dengan lain diceritakan dengan cara yang menyentuh. Bahasa yang digunakan bisa dikatakan bahasa yang formil jika dipergunakan saat ini, namun kata yang dipergunakan menunjukan betapa keduanya saling mencintai.

Penggunaan bahasa dalam kisah ini merupakan bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari saat itu. Walau begitu tidak sulit untuk bisa memahami makna yang ingin disampaikan oleh penulis. Karya menawan memang akan selamanya bisa dinikmati tak lekang oleh waktu.
 
Kisah  dalam novel  semi-otobiografi ini merupakan tanda kasih Marah Roesli bagi istrinya tercinta, disampaikan pada perayaan hari Ulang Tahun Pernikahan yang ke-50. Terdorong oleh kenangan akan kejadian dan peristiwa yang dialami selama pernikahan membuat Marah Rusli mampu membuat untaian kata dalam kisah ini  terjalin begitu indahnya. Penderitaan perjodohan yang terus dialami membuat beliau mengarang kisah-kisah lain tentang pernikahan di Minangkabau sebagai bukti protes yang disampaikan secara santun.

Pembaca juga akan menemukan sebuah pengantar yang ditulis oleh cucu Marah Rusli, Rully Roesli. Penulis yang berprofesi sebagai dokter ini mengungkapkan kekaguman akan sosok sang Datuk. Buah tak jauh dari pohonnya. Yang paling mengagumkan, pembaca juga akan menemukan sebuah Pidato Pembukaan yang disusun oleh Marah Rusli. 

Andai buku ini memuat coretan tangan ungkapan cinta sang pujangga pada belahan jiwanya, serta tambahan foto-foto tentunya pembaca akan lebih bisa meresapi betapa hebatnya kekuatan cinta Hamli dan Din Wati.

Dengan melihat kover, pembaca sudah bisa menyimpulkan bahwa buku ini mengandung kisah seputar kehidupan masyarakat Padang. Apalagi gambar Rumah Gadang jelas terpatri di sana. Sosok Diajeng, sang model membuat saya terkenang sosok Novia K, pemeran Sitti Nurbaya dalam sinetron dengan judul yang sama (kalau tidak salah). Warna coklat yang mendominasi membuat buku ini berkesan klasik. Penempatan endors dari SGA seakan mengukuhkan bahwa ini merupakan mahakarya dalam dunia sastra tanah air.
 
Marah Halim bin Sutan Abubakar yang dikenal dengan Marah Rusli lahir pada tanggal 07 Agustus 1889 di Padang, Sumatera Barat. Ayahnya bernama Abu Bakar, seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ibunya  merupakan keturunan Sentot Alibasyah, panglima perang Pangeran Diponegoro. Marah Rusli menikah tahun 1911.

Dalam masyarakat Minangkabau, gelar adat  khususnya Datuk diwariskan menurut garis ibu . Namun demikian  terdapat juga beberapa gelar di  Padang Pariaman serta Kota Padang yang diwariskan menurut garis bapak, contohnya Marah (berasal dari Bahasa Aceh, Meurah), Sutan (dari kata sulthan), Sidi,  (dari kata Sayyidi) serta Bagindo (Baginda)

-------------------------->
Sudut Bumi XZ

Belahan Jiwaku,
Sungguh iri diri ini akan keberuntungan Din Wati. Memiliki suami yang memuja dan menjaganya dengan seluruh jiwa raga. Niscaya segala masalah akan menjadi seringan bulu.

Sosok Hamli sebagai pekerja keras dan teguh memegang prinsip patut ditiru. Baginya lebih baik hidup seadanya namun mandiri dari pada hidup mewah namun bergantung pada orang lain.

Banyak hal yang menyentuh dalam kisah ini yang sebaiknya tak diuraikan  dalam review sehingga pembaca bisa merasakan sensasi mengharukan saat membacanya. Kubiarkan pembaca menemukan patisari kebahagian dan perjuangan kedua tokoh dengan membacanya sendiri buku ini

Tapi...,
Dengan hanya 1 eksemplar lagi hadiah dari sis Esti, siapa yang layak mendapatkan buku ini? 
Bagaimana jika kita buat kuis saja?
Mereka hanya perlu memberikan jawaban di bawah review ini.
Pertanyaannya sangat simpel, "Bagaimana sikap kalian jika suatu saat pernikahan yang direncanakan ditentang dengan alasan budaya?"
Kita berdua sangat menghargai  kebebasan berpikir, untuk itu biarlah peserta memberikan jawaban sebagai diri mereka sendiri  Jawaban tidak dibatasi jumlah huruf. Silahkan saja berkreasi semaunya.
Kalau pun ada pembatasan hanyalah saat posting.
Posting ditunggu sampai Hari Kamis, tanggal 27 Juni pukul 09.00 WIB.

Belahan jiwaku
Menatap langit malam ini, ada wajahmu di sana
Mewakili dirimu yang jauh
Kupanjatkan doa
Semoga kasihmu padaku mendekati  kasih Hamli kepada Din Wati
Jika serupa merupakan sebuah hal yang sulit

 
   
 

Review: Kisah Cinta Hamli dan Din Wati, Karya Terakhir Mar...

Review: Kisah Cinta Hamli dan Din Wati, Karya Terakhir Mar...: Judul: Memang Jodoh Penulis : Marah Rus li Pe nyunting: Melvi Yendra Proofreader: Emi Kusmiati ISBN: 978-602-9225-84-6 Halaman...

TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh

TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh: Judul novel : Memang Jodoh Penulis : Marah Rusli Penerbit : Penerbit Qanita Tahun : 2013 Tebal isi : 17 bab, 535 halaman       ...

TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh

TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh: Judul novel : Memang Jodoh Penulis : Marah Rusli Penerbit : Penerbit Qanita Tahun : 2013 Tebal isi : 17 bab, 535 halaman       ...

TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh

TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh: Judul novel : Memang Jodoh Penulis : Marah Rusli Penerbit : Penerbit Qanita Tahun : 2013 Tebal isi : 17 bab, 535 halaman       ...

TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh

TASTYBOMBSTORY: [Sinopsis Novel] Marah Rusli : Memang Jodoh: Judul novel : Memang Jodoh Penulis : Marah Rusli Penerbit : Penerbit Qanita Tahun : 2013 Tebal isi : 17 bab, 535 halaman       ...

3/21/2014

HAK DAN KEWAJIBAN UMUM PAJAK


PERPAJAKAN
HAK DAN KEWAJIBAN UMUM WAJIB PAJAK
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas materi kuliah perpajakan
( Dosen : Yusef Mulyana, SH,. MH )
Di susun oleh :
1.      Juwitasari                         (12-110-0092)
2.      Leni Aristiani                    (12-110-0095)
3.      Mita Fitriana                     (12-110-0103)
4.      Nenden Tiara R                 (12-110-0110)
5.      Novi Nurmaidah              (12-110-0115)
6.      Nurdiana Agustina           (12-110-0116)
7.      Nyimas Komalasari          (12-110-0118)

Prodi  : Manajemen S1
Kelas  : 3 – B

STIE “ YASA ANGGANA “ GARUT
2011/2012
Jl. Otto Iskandardinata No. 278A Tarogong Garut 44151 Tlp/Fax : 233549

KATA PENGANTAR

الحمد لله رب العالمين و الصلاة و السلام على المبعوث رحمة للعالمين وعلى آله وأصحابه أجمعين ، أما بعد
Puji serta Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penyusunan makalah ini semata - mata sebagai perancang dalam menyadari akan kekurangan - kekurangan yang kami miliki. Oleh karena itu, tidak mustahil apabila makalah ini jauh dari kata “ sempurna “. Hal ini disebabkan karena sangat terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang kami miliki. Makalah ini juga kami susun untuk memenuhi salah satu tugas demi pencapain dan tambahan nilai materi kuliah Perpajakan.
Mudah - mudahan makalah ini dapat  memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi kami dan  umumnya bagi pembaca. Serta dapat menambah pengetahuan dan  wawasan yang sangat bermanfaat bagi semuanya.
Kami menyadari bahwa tanpa kerjasama yang terjalin dengan baik di antara kami, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik serta tepat pada waktunya. Dan atas segala kekurangan serta kesalahan apabila ada yang tertera dalam makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tidak terlepas juga atas saran dan kritik yang dapat membangun makalah ini supaya menjadi lebih sempurna.




Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial dan politik harus disadari bahwa perlu dilakukan perubahan undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang perpajakan. Selain itu, Perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang ini dengan tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatkan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajaknnya dengan lebih baik. Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong royongan nasional maupun dalam laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Disamping itu, perpajakan yang lama tersebut belum dapat menggerakan peran dari semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru dengan yang lama.
Dalam tiap-tiap masyarakat, ada hubungan antara manusia dengan manusia dan selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji / upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja. Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam bentuk untuk membantu negara dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
Cort Van der Linden berpendapat bahwa pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk negara berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum dan sosial ekonomi). Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada negara. Secara umum pengertian pajak adalah istilah yang tidak asing lagi bagi kita, peranannyapun dalam pengembangan suatu Negara juga sangat besar. Karena itu, di Indonesia banyak Undang-Undang maupun peraturan perundang-undangan yang menjelaskan tentang pajak. Dari periode ke periode peraturan tentang pajak selalu mengalami perubahan, begitupun di Indonesia. Sehingga munculah istilah-istilah baru tentang perpajakan yang harus diketahui oleh orang banyak. Selain itu perlu disadari juga bahwa sebagian besar penduduk indonesia yang belum mempunyai NPWP, padahal NPWP tersebut sangat penting bagi pembangunan Negara. Maka dari itu kami membuat makalah ini guna memberi tahu pembaca tentang NPWP dan menumbuhkan kesadaran pembaca untuk membayar pajak.
Perkembangan pajak di Indonesia semakin meningkat dari masa ke masa dan kini sudah sangat dirasakan bahwa pajak menjadi suatu kebutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut dapat dilihat dari makin tingginya target penerimaan negara yang berasal dari pajak dan untuk tahun 2010 target penerimaan pajak adalah sebesar Rp. 661,49 triliun. Salah satu usaha Direktorat Jenderal Pajak memenuhi penerimaan negara tersebut adalah dengan melakukan Ekstensifikasi di seluruh Indonesia. Untuk mensukseskan program Ekstensifikasi tersebut di pandang perlu untuk memberikan pengetahuan tentang hak dan kewajiban pajak. Khususnya kepada orang pribadi agar dapat lebih mengetahui hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.
Makalah ini disusun dalam rangka sosialisasi perpajakan, berisi tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak secara umum, khususnya Orang Pribadi, baik cara mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maupun kewajiban yang muncul setelah mendapatkan NPWP. Sehubungan dengan usaha peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak sebagai salah satu program yang ditekankan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka kami mencoba untuk menyusun makalah ini, semoga makalah kecil ini dapat bermanfaat dan membantu wajib pajak baru orang pribadi dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.


2.      Rumusan Masalah
1)      Jelaskan tentang sistem perpajakan yang baru ?
2)      Jelaskan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(UU No.28 Tahun 2007) yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjujung tinggi hak warga Negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan ?
3)      Jelaskan tentang Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak ?
4)      Jelaskan tentang NPWP ( Nomor Pokok Wajib Pajak ) ?
5)      Jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan Surat Setoran Pajak ?
6)      Jelaskan tentang Surat Pemberitahuan ( SPT ) ?
7)      Jelaskan tentang Wewenang dan Kewajiban Aparat Perpajakan ?
8)      Jelaskan Daluwarsa Perpajakan ?
 
3.      Tujuan Penulisan
Tujuan kami menulis makalah dan mengangkat tema mengenai “ Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak “ ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan oleh dosen Yusef Mulyana, SH., MH.
4.      Manfaat Penulisan
1)      Bagi Penulis dan Akademisi
Penulisan ini diharapkan menjadi bahan untuk memperluas wawasan pengetahuan kami tentang masalah Perpajakan. Selain itu supaya ada kesadaran pada diri kami untuk tertib membayar pajak.
2)      Bagi Pemerintah
Penulisan ini diharapkan  menjadi masukan kepada pemerintah terkait dengan permasalah pajak di Indonesia supaya hasil pajak yang telah dipungut dari masyarakat lebih dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui suprastruktur dan infrastruktur demi kemajuan negara Indonesia.
3)      Bagi Masyarakat
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan wawasan tentang pajak dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar sadar untuk tertib membayar pajak demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
5.      Kerangka Pemikiran
Pajak adalah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali yang langsung.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagi tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau dengan cara lain.
Surat Pemberitahuan Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak.
6.      Metode dan Teknik Penulisan
1)      Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan untuk menulis makalah ini yaitu dengan menggunakan metode analisis data. Metode analisis data adalah kegiatan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi tanda/ kode, dan mengkategorikan data sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hipotesis kerja berdasarkan data yang diperoleh.
Neong Muhadjir menyatakan bahwa analisis data merupakan upaya mancari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.
2)      Teknik Penelitian
Teknik dalam penyelesaian makalah ini yaitu dengan menggunakan teknik kepustakaan. Teknik kepustakaan ( Library Reseach ) adalah mengumpulkan data dengan membaca buku-buku yang relevan untuk membantu di dalam menyelesaikan dan juga untuk melengkapi data yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

7.      Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan dalam mencapai maksud dan tujuan penulisan ini, maka penulisan ini disistematisir pembahasannya yang terbagi dalam beberapa bab dan sub bab, yakni sebagai berikut :
1)      Bab I berjudul pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan teknik penulisan dan sistematika penulisan.
2)      Bab II berjudul Pembahasan, yang di dalamnya menguraikan
3)      Bab III merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan-kesimpulan dan saran sebagai kristalisasi hasil analisis dari pembahasan tersebut.























BAB II
KERANGKA TEORITIS

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 
1.      Fungsi anggaran (budgetair) 
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. 
2.      Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
3.      Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4.      Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Berkenaan mengenai pengenaan pajak, pajak mempunyai latar belakang falsafah. Falasafah pajak ini lebih lanjut lagi berdasarkan falsafah negara yaitu pancasila. Pasal 23 UUD 1945, merupakan dasar hukum pemungutan pajak yang berbunyi “segala pajak pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang” walaupun pasal 23 (2) UUD 1945, merupakan dasar hukum pemungutan pajak, namun pada dasarnya dalam ketentuan ini tersirat Falsafah Pajak. Pajak harus berdasar undang-undang karena dapat diibaratkan pajak adalah menyayat daging diri kita sendiri. Pajak tidak memerikan imbalan yang secara langsung dapat dinikmati, atau dapat dikatakan pajak tidak memberikan imbalan.
            Selain memiliki dasar falsafah dalam pengenaan pajak terdapat asas-asas menurut Falsafah Hukum  yaitu asas-asas keadilan, untuk memberikan dasar menyatakan keadilannya, terdapat teori-teori pajak yang dapat diterapkan dalam pemungutan pajak dalam masyarakat, dan juga terdapat sistem pemungutan pajak  diantaranya adalah:
1.      Teori Pemungutan Pajak
a.      Teori asuransi : Pajak dianggap sama dengan premi yang harus dibayar rakyat karena negara yang mempunyai tugas menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dan lingkungan di seluruh wilayah negara.
b.      Teori Kepentingan : Teori kepentingan hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut pemerintah kepada rakyat yang disesuaikan dengan kepentingan masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah yang bermanfaat baginya termasuk perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya.
c.       Teori Daya Pikul : Pajak harus dibayar menurut daya pikul atau kemampuan seseorang.
d.      Teori Bakti : teori yang berdasar atas paham organisasi negara yang mengajarkan bahwa negara negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Dengan organisasi dan tindakan negara seperti itu, di satu sisi negara mempunyai hak untuk memungut pajak.
e.       Teori Gaya Beli : penyelenggaraan kepentingan rakyat dapat dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan juga bukan kepentingan negara melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.
2.      Asas Pemungutan Pajak
a.      Asas Domisisli : Asas ini didasarkan pada domisili atau tempat tinggal wajib pajak di suatu negara. Negara tempat tinggal seseorang berhak mengenakan pajak terhadap seseorang tersebut tanpa melihat darimana sumber penghasilan atau pendapatanya diperoleh dan tanpa melohat kebangsaan atau kewarga negarann wajib pajak tersebut.
b.      Asas Sumber : Dalam asas ini pemungutan didasarkan pada adanya sumber pendapatan alam suatu negara. Negara menjadi tempat sumber pendapatan tersebut  berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.
c.       Asas Kebangsaan : Pada asas inivpemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan seseorang. Yang berhak memungut pajak seseorang adalah negara yang menjadi kebangsaan orang tersebut.
3.      Sistem Pemungutan Pajak
a.      Official Assesment System : adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang dilunasi atau terhutang oleh wajib pajak  dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atau fiscus.
b.      Self Assesment System : adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang dilunasi atau terhutang oleh wajib ajak dihitung sendiri oleh wajib pajak.


4.      Dasar Hukum
a.       Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
b.      Undang-undang No. 10/1994 Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (2). “ Atas Pengasilan berupa bungan deposito dan tabungan dan tabungan-tabungan lainya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harat berupa  tanah dan atau tabungan serta pengasilan tertentu lainya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.
c.       Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
d.      Undang-undang nomor : 7 tahun 1991 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.
e.       Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negeri.
f.       UUD 1945 pasal 23 ayat (2) : segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
g.      UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP jo. UU No. 9/1994.
h.      UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN jo. UU No. 11/1994.
i.        UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994.
j.        UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
k.      UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTP sebagai diubah dengan UU No. 20 tahun 2007.
























BAB III
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Pajak
Adapun yang dimaksudkan dengan pajak ialah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayrnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali yang langsung. Sedangkan menurut Prof. Dr. MJH, Smeeth, pajak yaitu prestasi pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan. Dari definisi-definisi tersebut, ternyata terdapat istilah “yang dapat dipaksakan” atau istilah wajib yang mengandung pengertian bahwa kalau wajib pajak itu tidak mau membayar pajak yang dibebankan kepadanya, maka hutang pajak itu dapat ditagih secara paksa, misalnya dengan penyitaan. Manfaat atau guna pajak itu sendiri ialah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Jadi, hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak ini tidak dapat kita peroleh secara langusng. Karena prestasi yang diberikan oleh pemerintah ini merupakan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti sekolah-sekolah negeri dan sebagainya. Dengan memenuhi kewajiban membayar pajak, seorang wajib pajak sebagai warga negara yang baik telah membantu pemerintah dalam membiayai rumah tangga negara dan pembangunan negara.
2.      Ciri – ciri Pajak
a.       Pajak dipungut berdasar peraturan perundangan yang berlaku.
b.      Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.
c.       Pajak tidak menimbulkan adanya kontra prestasi dari pemerintah secara langsung.
d.      Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
e.       Pajak berfungsi sebagai pengatur anggaran negara.
3.      Macam-macam Pajak
Pajak dapat dibagi dua golongan, yaitu :
a.       Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.
Misalnya : pajak seorang pengusaha dibayar dari pendapatan atau labanya sendiri sehingga pada dasarnya pajak ini tidak menaikkan harga barang yang diproduksi oleh pengusaha itu. Contoh pajak langsung : pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak rumah tangga, pajak perseroan, pajak bumi dan bangunan dan sebagainya.
b.      Pajak tidak langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh wajib pajak ini dibebankan kepada orang lain yang membeli barang-barang yang dihasilkan olehnya.
Pajak ini akhirnya dapat menaikkan harga, karena dibebankan kepada pembeli dan karena itu hanya dibayar kalau terjadi transaksi yang menimbulkan pajak tersebut. Misalnya : pajak penjualan, pajak pembangunan, bea materai, bea balik nama dan sebagainya.
4.      Pengertian Hukum Pajak
Hukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan para wajib pajak, yang antara lain menerangkan :
·         Siapa-siapa wajib pajak
·         Obyek-obyek apa yang dikenakan pajak
·         Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
·         Timbul dan hapusnya hutang pajak
·         Cara penagihan pajak
·         Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak
Dalam penyusunan peraturan perpajakan ini harus diperhatikan banyak hal, antara lain kemampuan wajib pajak, keadilan dalam pembebanan pajak, keadaan keuangan negara, keadaan ekonomi masyarakat dan cara-cara pelaksanaannya.
5.      Unsur – unsur Pajak
a.       Dari rakyat kepada Negara
b.      Iuran Berdasarkan undang-undang
c.       Tanpa jasa timbale balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
d.      Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

6.      Fungsi Pajak
a.       Fungsi budgetair, yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranya.
b.      Fungsi mengatur (regulered) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur untuk melaksanakan kebijaksaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
7.      Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan Undang-Undang tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
a.       Meningkatkan efesiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan Negara.
b.      Menigkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah.
c.       Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi.
d.      Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
e.       Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan.
f.       Meningkatkan penerapan prinsip self assement secara akuntabel dan konsisten.
g.      Mendukung iklim usaha kearah yang lebih kondusif dan kompetitif.
8.      Dasar hukum
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang - undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
9.      Tahun Pajak
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Akan tetapi wajib pajak dapat menggunakan tahu pajak tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat konsisten selama 12 bulan dan melapor kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat. Cara menentukan suatu tahun adalah sebagai berikut:
a.       Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim
Pembukaan dimulai 1 januari 2007 dan berakhir 31 desember 2007, disebut tahun pajak 2007.
b.      Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Takwim
c.       Pembukuan dimulai 1 juli 2007 dan berakhir 30 juni 2008. Disebut tahun pajak 2007 karena 6 bulan pertama pada tahun 2007.
d.      Pembukuan dimulai 1 oktober 2006 dan berakhir 30 september 2007. Disebut tahun pajak 2007 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2006.
e.       Pembukuan dimulai 1 april 2006 dan berakhir 31 maret 2007. Disebut tahun pajak 2006 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2006.
10.  Hak dan Kewajiban Umum Wajib Pajak
Adapun Hak dan Kewajiban Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
1.      Hak Wajib Pajak
a.       Hak atas kelebihan pembayaran pajak
Di mana jika pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka WP mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Khusus untuk WP yang masuk kriteria WP Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. WP dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara: a) Melalui Surat Pemberitahuan (SPT); atau b) dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP. Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka WP berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
b.      Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan
Hak yang kedua adalah hak dalam hal dilakukan pemeriksaan, maka WP berhak: a) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan; b) Melihat tanda pengenal pemeriksa; c) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan; d) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT; e) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan; dan f) Meminta review kepada Kantor Wilayah DJP terkait hasil pemeriksaan.
c.       Hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta peninjauan kembali
Di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika WP tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya jika belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka WP dapat mengajukan banding atau gugatan. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh WP dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).
d.      Hak kerahasiaan WP
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain : a) Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; b) Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; c) Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
e.       Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

f.       Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi.
g.      Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
h.      Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan PBB tidak lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas Pendapatan Kota/kabupaten setempat.
i.        Hak untuk pembebasan pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan.
j.        Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihanpembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
k.      Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
l.        Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang ibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang melakukan kegiatan dikawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku. Dengan memahami hak dan kewajiban WP, diharapkan setiap WP di Indonesia tidak ragu lagi untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sekaligus menikmati hak-haknya.
2.      Kewajiban Wajib Pajak
a.      Kewajiban Mendaftarkan Diri
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPPatau KP2KP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-register. Bagi Pengusaha yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto (omzet) melebihi Rp600.000.000,- setahun. Pengusaha yang tidak memenuhi persyaratan, dapat juga melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
b.      Kewajiban pembayaran pajak
Dalam hal kewajiban pembayaran, ada 4 hal yang mesti diperhatikan: a) WP wajib membayar sendiri pajak terutang, meliputi: pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan (PPh Pasal 25) dan pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29); b) WP wajib membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain, meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15 serta PPh Pasal 26 untuk Wajib Pajak Luar Negeri; c) WP wajib membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun kepada pihak yang ditunjuk pemerintah; d) WP wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau melalui perangkat desa. Dalam kewajiban pembayaran pajak, juga meliputi kewajiban untuk membayar atau melunasi utang pajak yang timbul karena pemeriksaan pajak. Utang pajak akibat hasil pemeriksaan bisa tercantum dalam: a) Surat Tagihan Pajak (STP); b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); d) Surat Keputusan Pembetulan, e) Surat Keputusan Keberatan, f) Surat Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
c.       Kewajiban pemungutan/pemotongan pajak
Selain pembayaran yang dilakukan sendiri, terdapat mekanisme pembayaran lainnya, yaitu dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah bendahara pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Apabila WP tergolong sebagai subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungut pajak. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM.
d.      Kewajiban pelaporan pajak
Pajak yang telah dibayar tersebut wajib dilaporkan. Pelaporan pajak dapat disampaikan di tempat-tempat berikut: a) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di lingkungannya; b) Drop Box; c) e-Filing; dan/atau d) Mobil Pajak atau Pojok Pajak. WP menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai sarana pelaporan dan pertanggungjawaban penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, SPT juga digunakan untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. SPT terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa.
e.       Kewajiban pembukuan/pencatatan
Pembukuan diwajibkan bagi WP Badan dan WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dengan pengecualian apabila omsetnya dalam satu tahun di bawah Rp4,8 milyar. Sedangkan bagi WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan omset di bawah Rp4,8 milyar setahun atau tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, diwajibkan untuk melakukan pencatatan. Pembukuan dilaksanakan untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Sedangkan pencatatan dilaksanakan untuk mengumpulkan data tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
f.        Kewajiban dalam hal diperiksa
Jika WP diperiksa, maka WP wajib: a) Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; b) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, WP wajib memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik; c) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan; d) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; e) Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; f) Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
g.      Kewajiban memberi data
Kewajiban terakhir dari WP adalah kewajiban untuk memberi data dan informasi. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.
11.  NPWP ( Nomor Pokok Wajib Pajak )
Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajaknnya.
a.       Fungsi NPWP
Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pelaksaan administrasi perpajakan.
b.      Pencantuman NPWP
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.
c.       Pendaftaran NPWP
Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem assessment, Wajib Pajak mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor pokok Wajib Pajak. Tempat pendaftran dilakukan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
d.      Sanksi
Setiap orang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajin Pajak , atau menyalah gunakan atau menggunakan tabpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana penjar apaling sedikit enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau tidak kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar.
e.       Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP apabila:
·         Dilakukan permohonan pengapusan NPWP oleh Wajib Pajak dan/atau ahli ahli waris nya apabila wajib Pajak sudah tiada memenuhi persyaratan subyektif dan atau obyektif sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan.
·         Wajib pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha.
·         Wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
f.       Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit , yaitu Sembilan digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan enam digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.
Formatnya adalah sebagai berikut :
0
1
5
1
2
0
0
2
2
5
0
4
0
0
0
g.      Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang ada dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang , mengimpor, mengekspor, melakukan usaha perdagangan, dan lain-lain. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 dan perubahannya.
h.      Fungsi pengukuhan PKP
·         Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.
·         Melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak pertambahan Nilai dan Pajak atas penjualan Atas Barang Mewah.
·         Pengawasan administrasi perpajakan.
i.        Sanksi
Setiap orang dengan sengaja tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak , sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana paling lambat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang atau tidak dibayar.
12.  Surat Setoran Pajak
Surat setoran pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan (KUP: Pasal 1 angka 4).
a.         Fungsi Setoran Surat Pajak
·         Sebagai sarana untuk membayar pajak.
·         Sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak.
a.       Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetora pajak yang terhutang dengan mengguanakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. KUP : Pasal 10 ayat (1)
            Tempat pembayaran tersebut adalah:
a.      Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral anggaran;
b.      Kantor pos.
4.      Batas Waktu Pembayaran
Batas waktu pembayaran atau penyetoran diatur sebagai berikut :
a.      Batas Waktu Pembayaran Masa:
No.
Jenis Pajak
Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran
1
PPh pasal 21
Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir
2
PPh pasal 21-impor
Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk.  Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
3
PPh pasal 22-Direktorat Jendral Bea dan Cukai
1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
4
PPh pasal 22- Bendaharawan Pemerintah
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
5
PPh pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina
Dilunasi sendiri oleh wajib pajak sebelum Suart Pemerintah Pengeluaran Barang (deliveryn order) ditebus
6
PPh pasal 22 yang dipungut oleh badan tertentu
Paling lambat tanbggal 10 bulan takwim berikutnya
7
PPh pasal 23 dan 26
Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
8
PPh pasal 25
Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
9
PPN dan PPn-Bm
Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
10
PPN dan PPn-Bm impor
Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk.  Apabila Bea Masuk dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
11
PPN dan PPn-Bm Direktorat Jendral Bea dan Cukai
1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
12
PPN dan PPn-Bm Bendaharawan
Paling lambat tanggal 7 bulan takwim berikutnyasetelah masa pajak berakhir
13.  Surat Pemberitahun
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (KUP : pasal 1 angka 11)
a.       Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Fungsi SPT bagi wajib pajak PPh :
·         Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
·         Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang  telah dilakukan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu tahun pajak.
·         Untuk melaporkan pembayaran  pemotongan atau  pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam masa pajak yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


b.      Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak
·         Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPn-BM yang seharusnya terutang.
·         Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
·         Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c.       Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak :
  • Sabagai sarana untuk malaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
d.      Kewajiban terhadap SPT
  • Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. (KUP : Pasal 3 ayat (1))
e.       Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
  • Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
  • Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan.
  • Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.
f.       Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
14.  Wewenang dan Kewajiban Aparat Perpajakan
Wewenang :
1)      Wewenang Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
  • Dalam jangka waktu 5 tahun setelah terhutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal sebagai berikut :
a.       Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
b.      Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 3 dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
c.       Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai ppn dan ppn-bm ternyata tidak segera dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 %.
d.      Apabila kewajiban sebagaiman dimaksud dalam pasal 28 dan 29 tidak terpenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terhutang.
(KUP : pasal ayat 13 ayat (1))
  • Direkturat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terhutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terhutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar Tambahan. (KUP : Pasal 15 ayat (1))
  • Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sangksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % dai jmlah kekurangan pajak tersebut. (KUP : Pasal 15 ayat (2))
  • Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan  Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pandahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, Yang Dalam Penerbitannya Tedapat Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung. Dan atau kekeliruan penetapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. (KUP : Pasal 16 ayat (1))
2)      Wewenang Menerbitkan Surat Tagihan Pajak
Direkturat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
a.       Pajak penghasilan tidak atau kurang dibayar.
b.      Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung.
c.       Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
d.      Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat faktur pajak, atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
e.       Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha yang kena pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap.
f.       Pengusaha Kena Pajak yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
g.      Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan.
3)      Wewenang Melakukan Penagihan Pajak
  1. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertmbah, merupakan dasar penagihan pajak.
  2. Tindakan pelaksanaan pajak yang terhutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan, Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar, setelah lewat jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan.
  3. Tindakan pelaksanaan penagihan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 diawali dengan mengeluarkan surat teguran oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah tujuh hari sejak jatuh tempo pembayaran.
4)      Wewenang Melakukan Pemeriksaan
  1. Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  2. Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksaan dan dilengkapi dngan surat perintah pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa.
  3. Pemeriksaan untuk menguji ketentuan pemenuhan kewajiban perpajakan.
  4. Pemeriksaan untuk tujuan lain, dilakuakan jika ada indikasi tidak terpenuhinya kewajiban salah satu ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
5)      Wewenang Melakukan Penyelidikan
  1. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat PNS tertentu di lingkungan Dirjen Pajak diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
  2. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara RI sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Acara Pidana.
6)      Wewenang Melakukan Penyegelan
  1. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan tidak bergerak, apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (3).



7)      Wewenang Mengurangkan Atau Menghapuskan Sanksi Administrasi.
Direktur jenderal pajak karena jabatan atau atas permohonsn wajib pajak dapat :
  1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
  2. Mengurangkan atau membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar.
  3. Mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak.
  4. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan.
Kewajiban:
a.       Kewajiban Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
  • Direktur Jendral Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terhutang. (KUP : Pasal 17)
  • Direktur Jendral Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil, apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak  atau tidak ada pembayaran pajak. (KUP : PASAL 17 A)
  • Direktur Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan  pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 bulan setelah sejak surat permohonan diterima secara lengkap. (KUP:  Pasl 17 B ayat (1))
b.      Kewajiban Memberikan Keputusan
  • Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (KUP: Pasal 26 ayat (1))
  • Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak  yang masih harus dibayar. (KUP : Pasal 26 ayat (3))
c.       Kewajiban Memberikan Keterangan
  • Apabila diminta oleh Wajib Pajak  untuk keperluan mengajukan keberaytan, Direktur Jendral Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan  rugi pemotongan atau pemungutan pajak. (KUP : Pasal 25 ayat (6))
d.      Kewajiban Menjaga Kerahasiaan Data
  • Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang dilakukan yang diketahui kepadanya oleh Wajib Pajak atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (KUP : Pasal 34 ayat (1))
  • Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (KUP : Pasal 34 ayat (2))
  • Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah:
ü  Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
ü  Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat Lembaga Negara atau Instansi Pemerintahan yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan. (KUP: Pasal 34 ayat (2a))
15.  Daluwarsa Perpajakan
a.       Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga denda, kenaikan, dan penagihan pajak, daluwarsa setelah melampui waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak kurang bayar, Surat Keputusan Pembetulan.
b.      Daluwarsa penagihan Pajak sebagai mana di maksut pada ayat (1) tertangguh apabila:
·         Diterbitkan Surat Paksa.
·         Ada Pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak  baik langsung maupun tidak langsung.
·         Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagai mana di maksut dalam Pasal 13 ayat (5).
·         Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan lain-lain.
Lain-lain :
a.       Setip instansi pemerintahan,lembaga,asosiasi dan pihak lain ,wajib membeirkan     data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada direktoral wajib pajak yang ketentuan-ketentuannya di atur degan peraturan pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagai mana dimaksut  dalam pasal 35 ayat (2).
b.      Dalam hal data dan informasi sebagai mana di maksut pada ayat (1) tidak mencakupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepaentingan penerimaan yang ketentuan duatur dengan peraturan pemerintah degan memperhatikan ketentuan dalam pasal 35 ayat (2). (KUP : pasal 35 ayat (2))
Sanksi :
a.       Setiap orang harus memberikan keterangan atau bukti yang di minta dalam Pasal 35 tetapidengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti , dipidana dengan pidana kurung paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,00. (KUP : Pasal 41A)
b.      Setiap orang degan segaja menghalagi dan mempersulit penyidikan tindak pidana di pidang perpajakan, dipidana dengan pidana kurung paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00. (KUP : Pasal 41B)
c.       Setiap orang yang dengan segaja tidak memenuhi kewajiban yang sesuai dalam pasal 35 ayat (1), dipidana dengan pidana kurung paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000,00. (KUP : Pasal 41C)
d.      Setiap orang dengan segaja menyebabkan tidak terpanuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain yang sesuai dalam pasal 35A ayat (1),   dipidana dengan pidana kurung paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 8000.000,00. (KUP : Pasal 41C)
e.       Setiap orang yang degan segaja tidakmemberikan data dan informasi yang di minta Direktur Jendral Pajak yang sesuai dalam pasal 35A ayat (2), dipidana dengan pidana kurung paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp8000.000,00. (KUP : Pasal 41C)
f.       Setiap orang yang dengan segaja menyalah gunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurung paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp8000.000,00. (KUP: Pasal 41C)














BAB IV
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Pajak ialah iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung, manfaat atau guna pajak yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Pajak dibagi dalam dua macam yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung, disamping itu wajib pajak pun mempunyai kewajiban dan hak-hak sebagai seorang wajib pajak yang diantaranya yaitu :
a.       Hak Wajib Pajak :
·         Hak atas kelebihan pembayaran pajak
·         Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan
·         Hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta peninjauan kembali
·         Hak kerahasiaan WP
·         Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak
·         Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
·         Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25
·         Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
·         Hak untuk pembebasan pajak
·         Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
·         Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
·         Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan
a.       Kewajiban Wajib Pajak :
·         Kewajiban Mendaftarkan Diri
·         Kewajiban pembayaran pajak
·         Kewajiban pemungutan/pemotongan pajak
·         Kewajiban pelaporan pajak
·         Kewajiban pembukuan/pencatatan
·         Kewajiban dalam hal diperiksa
·         Kewajiban memberi data
2.      Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA

H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002.
Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994.
H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 21-22
Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989, hlm. 324
H. Bohari, SH., M.S., op.cit., hlm. 23-24
Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994, hlm.93
Hostaritua, Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Pandiangan, Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga,
Soemitro, Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung